Aksesibilitas Tanpa Batas: Guru PAI SLB DIY Semakin Kompeten dengan Penguasaan Al-Qur’an Isyarat
YOGYAKARTA – Pendidikan agama Islam bagi penyandang disabilitas sensorik rungu wicara di Yogyakarta memasuki babak baru yang lebih inklusif dan profesional. Sebanyak 35 peserta yang terdiri dari guru-guru PAI Sekolah Luar Biasa (SLB) se-DIY, mulai dari SLB N 2 Bantul, SLB Dharma Bhakti, hingga SLB Negeri 1 Gunungkidul, serta staf PLD UIN Suka, kini memiliki bekal kompetensi baru dalam mengajar. Selama dua hari penuh, tepatnya pada 26 hingga 27 November 2025, mereka mengikuti kegiatan Training of Trainer (ToT) Pengajar Al-Qur’an Bahasa Isyarat yang bertempat di Gedung KH Wahab Hasbullah Lantai 2. Kegiatan strategis ini terselenggara berkat kolaborasi antara Pusat Layanan Difabel (PLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Baznas, sebagaimana tertuang dalam surat resmi undangan bernomor B-067/uin.02/PLD/PP.00.10/11/2025.
Nilai tambah utama dari pelatihan ini terletak pada kehadiran narasumber inspiratif, Bapak Beni, seorang penyandang tunarungu yang menjadi bukti nyata keberhasilan metode ini. Pak Beni, yang mengalami ketunarunguan sejak usia 3 bulan akibat terjatuh, membagikan perjalanan spiritualnya yang menggugah hati, mulai dari pengalaman mendengar denging (tinnitus), mengenal konsep tauhid, hingga akhirnya fasih membaca Al-Qur’an menggunakan isyarat. Materi yang disampaikan Pak Beni selaras dengan materi yang pernah disusun bersama tim penulis lainnya, termasuk Ibu Tri Purwanti yang turut hadir sebagai peserta, sehingga validitas keilmuan metode ini sangat terjamin.
Fokus utama pelatihan tidak berhenti pada teori semata, melainkan memastikan setiap guru pulang dengan keterampilan praktis yang teruji. Melalui sistem pembelajaran yang sistematis, mulai dari penjelasan, pemberian contoh, hingga praktik langsung, para peserta "digembleng" untuk menguasai dua kompetensi kunci sekaligus, yaitu metode Tilawah (cara membaca) dan metode Kitabah (cara menulis) Arab isyarat. Kualitas lulusan ToT ini dijaga dengan ketat melalui sesi ujian praktik satu per satu, memastikan setiap guru mampu mempraktikkan gerakan isyarat dengan presisi sebelum menularkannya kepada siswa.
Diskusi mendalam juga mewarnai pelatihan ini, terutama dalam membedah dilema metodologis antara pendekatan oral dan isyarat di dalam kelas. Para peserta mendapatkan pencerahan bahwa pengajaran harus dilakukan secara bertahap dan tanpa paksaan; jika siswa nyaman dengan isyarat, maka pembelajaran dimulai dari sana, namun kemampuan oral tetap dilatih sebagai pendamping. Sebuah contoh kasus nyata mengenai kata "sapu" yang sering disalahartikan menjadi "lampu" karena kemiripan gerak bibir (artikulasi) menyadarkan para guru akan pentingnya bahasa isyarat Arab sebagai penjelas makna yang akurat.
Oleh: Tim Publikasi MGMP PAI SLB DIY


.jpeg)